Kamis, 26 Januari 2012

"PRAHARA CINTA"

Cerpen terpilih sebagai juara 2 lomba menulis cerpen online

Aku membencinya , aku membencinya “,  itulah yang selalu terucap dalam hati Nafa  hampir sepanjang kebersamaannya dengan Yusuf suaminya . Meskipun menikah dengan lelaki itu Nafa tak pernah benar-benar menyerahkan hatinya pada Yusuf. Menikah karena paksaan orangtua, membuatnya  membenci suaminya sendiri. Walaupun menikah terpaksa gadis cantik itu tak pernah menunjukkan sikap bencinya. Bahkan setiap hari Nafa melayani Yusuf sebagaimana tugas seorang istri. Ia terpaksa melakukan semuanya karena ia tak punya pilihan lain .
Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi Nafa tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuanya sangat menyayangi suaminya karena menurut mereka, Yusuf adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya yang mereka miliki. Ketika menikah, Nafa menjadi istri yang teramat manja. Nafa melakukan segala hal dengan sesuka hatinya. Yusuf juga memanjakan Nafa.
Nafa selalu bergantung pada Yusuf karena ia menganggap hal itu sudah seharusnya ia lakukan  setelah apa yang didapatkan Yusuf darinya.  Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga sudah menjadi  tugasnya lah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku ” ujar Nafa dalam hati . Di rumah, Nafa adalah ratunya.  Mereka berdua sepakat untuk tidak memiliki momongan. Nafa tak mau mengurus anak, Yusuf menuruti semua keinginan istrinya. Bahkan ia mendukung Nafa ber-KB dengan pil.  Tapi rupanya Yusuf menyembunyikan keinginannya yang begitu dalam .
Suatu hari Nafa lupa minum pil KB . Ia pun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan. Nafa marah pada dirinya sendiri, mengapa ia harus mengandung benih dari lelaki yang sama sekali tidak ia cintai. Beberapa kali gadis cantik itu hampir saja membunuh calon bayinya, namun Yusuf selalu hadir disaat yang tepat. Dia ingin menggugurkan kandungannya namun Yusuf tidak mengijinkan. ”Sayang..  sebenci apapun kau pada calon bayi kita , tolong jangan bunuh dia. Aku tidak pernah meminta apapun padamu ”  ujar Yusuf... Entah mengapa saat Yusuf memohon sambil menangis dihadapan Nafa, gadis cantik yang sangat membenci suami dan anaknya itu pun luluh dan menuruti keinginan suaminya.
            Minggu, 14 Januari 1994  Nafa melahirkan sepasang bayi kembar yang lucu dan mungil . Seolah tak ingin lagi memiliki anak dari pria yang sangat ia benci itu , Nafa memaksa agar dokter melakukan tindakan vasektomi agar ia tidak hamil lagi. Dengan patuh Yusuf  pun menyetujui  keinginannya karena ia mengancam akan meninggalkan Yusuf dan bayi kembar mereka.  
                                                      
****  
 
Waktu berlalu hingga tak terasa Doni dan Dina  berulang tahun yang ke- delapan. Seperti pagi-pagi
sebelumnya, Nafa bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menunggunya di meja makan. Seperti biasa, Yusuf yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah.
Saat makan, suaminya  mengingatkan kalau hari itu adalah hari ulang tahun ibunya.. Nafa hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata- kata suaminya.  Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinannya, Nafa juga membenci kedua orangtuanya
. Sebelum ke kantor, biasanya Yusuf mencium pipi Nafa saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, Yusuf juga memeluk istrinya hingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Ia berusaha mengelak dan melepaskan pelukan Yusuf. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak- anak. Yusuf kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi. Ketika mereka pergi, Nafa pun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobinya . Ia tiba di salon langganannya beberapa jam kemudian. 
Hampir 2 jam disalon, tiba waktunya Nafa harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya dia  ketika menyadari bahwa dompetnya tertinggal di rumah. . Tiba – tiba Yusuf menelpon ..  “Maaf sayang, kemarin Doni meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.  Nafa mengomelinya dengan kata – kata kasar. Ia tutup telepon  tanpa menunggu Yusuf selesai bicara. Tak lama kemudian, handphone Nafa kembali berbunyi dan ia pun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??” ujar Nafa.  “Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. sekarang kamu ada dimana Naf ?? ” tanya suaminya dengan cepat . Nafa pun menyebut nama salonnya dan tanpa menunggu jawaban dari suaminya, dia kembali menutup telepon.
Hujan turun ketika Nafa melihat keluar dan berharap mobil suaminya segera datang. Menit berlalu menjadi jam, ia semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suaminya.  Tak ada jawaban meskipun sudah berkali- kali ditelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering telepon Nafa sudah diangkat oleh suaminya. Nafa mulai merasa tidak enak dan marah. Tiba- tiba handphonenya berdering, terdengar suara asing olehnya.  “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Yusuf ??” ujar suara diseberang sana.  Nafa menjawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa Yusuf mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian.
Saat itu ia terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, Nafa seolah tak percaya. Ia menggenggam erat handphone nya dan  terjatuh kelantai. Wajahnya menjadi pucat seputih kertas. Entah bagaimana akhirnya Nafa sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga seluruh keluarga hadir disana menyusul Nafa dan membawa anak – anak mereka untuk menemui ibunya.  
 
 
Nafa yang hanya diam seribu bahasa menunggu suaminya  di depan ruang gawat darurat. Setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar, seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu.
Yaa.. Yusuf  telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan. Serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya.Mendengar kenyataan itu, Nafa malah sibuk menguatkan kedua orangtuanya dan mertuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua matanya. Anak- anak yang terpukul mendengar kepergian ayah mereka memeluk Nafa dengan erat , tetapi kesedihan mereka  sama sekali tak mampu membuat wanita itu menangis. Ketika jenazah dibawa ke rumah, Nafa duduk di  hadapan suaminya, ia termangu menatap wajah itu. Ia menyadari baru kali ini ia benar-benar menatap wajah lelaki yang sudah hidup selama 10 tahun dengannya. Nafa mendekati wajahnya dan memandangnya dengan segudang rasa penyesalan .Saat itulah dadanya menjadi sesak teringat apa yang telah Yusuf berikan padanya selama 10 tahun mereka bersama.
            Nafa menyentuh  perlahan wajah suaminya yang telah dingin dan ia sadar inilah kali pertama ia menyentuh wajah suaminya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimata Nafa , mengaburkan pandangannya . Ia berusaha mengusap agar airmatanya tak menghalangi tatapan terakhirnya pada Yusuf, suaminya. Ia ingin mengingat semua bagian wajah Yusuf agar kenangan manis tentang suaminya itu tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, air matanya  semakin deras membanjiri kedua pipinya.
 Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuat Nafa berhenti
menangis. Ia berusaha menahannya, tapi dadanya sesak mengingat apa yang telah dia perbuat pada Yusuf terakhir kali mereka berbicara.Betapa ia tak pernah memperhatikan kesehatan suaminya,  tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang dimakan oleh Nafa .
Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus dikonsumsi  Nafa terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan.
Yusuf tak pernah absen mengingatkannya makan teratur, bahkan terkadang menyuapinya kalau ia sedang malas makan. Nafa tak pernah tahu apa yang ia makan karena Nafa tak pernah bertanya. Bahkan ia tak tahu apa yang  disukai dan tidak disukai oleh suaminya . Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suaminya tidak boleh makan mie instant dan minum kopi kental. Dadanya sesak mendengar hal itu, karena ia tahu  mungkin Yusuf  terpaksa makan mie instant karena Nafa hampir tak pernah memasak untuknya. Nafa hanya memasak untuk anak-anak dan dirinya sendiri. Ia tak perduli suaminya sudah makan atau belum, bahkan Yusuf pernah makan masakan Nafa yang sudah basi atau sisa – sisa 3 hari yang lalu . Saat pemakaman, ia tak mampu menahan diri lagi. Nafa pingsan ketika melihat tubuh suaminya hilang bersamaan onggokan tanah .. ***
 
 
 
Ia terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadanya. Keluarga besar membujuknya . Namun sia- sia  saja, mereka tak pernah tahu mengapa Nafa begitu terluka kehilangan Yusuf. Nafa menjadi pemurung dan tertutup, ia sering mengurung diri dikamarnya. Ketika itu menulis seolah menjadi obat bagi Nafa.
 
 Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk selalu bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong.  Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan .
Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan seketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali tak pernah lagi kulakukan. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku. Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali.. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaannya di komputerku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer itu, mengusap papan ketiknya berharap bekas jari- jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang
tersisa di sarapan pagi terakhirnya apun tidak ingin kuhapus. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya. Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku tak bisa menghentikan semua penyesalanku.. tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada  Allah karena menyia- nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit.  
 
Tulisan itu menjadi tulisan yang sangat Nafa sukai. Ia selalu menyempatkan diri untuk membuka komputernya dan berulang kali membaca curahan hatinya yang ia tulis sendiri...Empat puluh hari setelah kematian suaminya, keluarga mengingatkannya untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menunggunya . Kembali rasa bingung menghampiri Nafa . Darimana ia akan mendapatkan uang untuk menghidupi anak kembarnya. Selama ini  berapa besar pendapatan suaminya ia tak pernah  peduli, yang  ia pedulikan hanya jumlah rupiah yang ditransfer Yusuf  ke rekeningnya untuk keperluan pribadi Nafa .Namun Nafa akan mencoba dan harus memulai hidup barunya tanpa Yusuf ..
 
Suatu hari  ayah Nafa datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat itu untuk dipahami bersama . Surat pernyataan Yusuf  bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya pada Nafa dan anak-anak mereka .  Nafa pun harus menandatangani semua surat itu dan terlebih lagi saat notaris memberikan sepucuk surat dari Yusuf untuk Nafa.. Ia langsung membaca surat dari suaminya itu ...
Dear : Istriku dan anak kembarku yang kucinta
” Nafa ... Istriku  tersayang, maaf karena harus meninggalkanmu terlebih  dahulu... maaf  karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin kau dan anak – anak  susah setelah kepergianku.  Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. Jangan menangis. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku. Teruntuk Dina , putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Kelak jadilah istri yang baik seperti ibumu ya nak.. Dan untuk Doni  kesatria pelindungku.. Jagalah Ibu dan adikmu nak.. Ayah mencintai kalian semua.... ”
 
 Nafa terisak membaca surat itu, tangannya gemetar dan pilu pun menghinggapi hatinya. Penyesalan Nafa semakin menjadi – jadi .Ditambah lagi ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur , itu khas suaminya jikalau mengirim surat dan meninggalkan pesan singkat untuknya dahulu.. Nafa hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cinta Yusuf  kepadanya.  ” Bahkan ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta dan tetap memikirkan kami ” ucap Nafa dalam hati .  ******
Kini  putra dan putrinya berusia dua puluh tiga tahun. Dua hari lagi Dina akan menikah . Dan sebulan berikutnya Doni juga berencana untuk mempersunting gadis yang ia cintai. Nafa berhasil menghidupi dirinya dan anak kembarnya. Nafa tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Baginya lahir kedunia hanya sekali, mati pun hanya sekali lantas begitu juga dengan menikah. Menikah hanya sekali ..
 
 
 
“ Aku mungkin tak beruntung, karena aku tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya. Tetapi aku menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus sampai kapanpun ” ucap Nafa dalam hatinya . ” Tak sadar ia meneteskan air matanya sebagai wujud rasa rindunya kepada suaminya. Mengunjungi makam suaminya itu sekali dalam sepekan adalah hal wajib bagi Nafa. Ia menyampaikan rindu,cinta dan kasih sayangnya diatas nisan Yusuf.. ***
 
 Tentang Penulis
 NAMA                  : TITY WAHYUNI DAULAY
 NIS                       : 11208
 KELAS                 :  XII IPA 1
 ASAL SEKOLAH : SMA N. 1 PADANGSIDIMPUAN
 
 Saya Tity . Umur 18 tahun. Saya tertarik untuk mengikuti perlombaan ini karena saya memang menyukai sastra khususnya Prosa. Saya sadar bahwa cerpen ini masih banyak kekurangannya. Maka sebelum dan sesudahnya saya mohon maaf... Cerpen ini saya tulis berdasarkan pengalaman hidup orang lain.. Tentunya orang disekitar saya . Namun sedikit saya ubah nama,karakter, dan alur ceritanya .. Semoga cerpen ini berkenan dihati para juri .. ^__^ *tity*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar